Sabtu, 06 Juni 2015

Si Penghasil Racun (Clostridium perfringens )

Si Penghasil Racun
(Clostridium perfringens )

·        >  Apa bakteri Clostridium perfringens  itu?




Klasifisikasi :

Kingdom        : Bacteria
Filum              : Firmicutes
Class               : Clostridia
Order               : Clostridiales
Family             : Clostridiaceae
Genus              : Clostridium
Species            : Clostridium perfringens

Bakteri Clostridium perfringens merupakan salah satu bakteri pathogen invasive gram positif yang memiliki bentuk batang, non motil dan juga termasuk kedalam kelompok pembentuk endospore yang merupakan penyebab terjadinya keracunan pada pangan. Bakteri Clostridium perfringens  juga termasuk kedalam bakteri anaerob. Suhu yang dibutuhkan bakteri ini untuk pertumbuhan sel vegetatifserta germinasi spora dan tumbuh kembali bervariasi antara suhu 10-520C, dengan suhu optimumnya sekitar 450C. Pada suhu optimum bakteri ini bermultiplikasi sel dengan sangat cepat, lamanya kira-kira 9 menit (Ray : 2001).
Secara alami Bakteri Clostridium perfringens hidup atau dapat ditemukan di tanah dan flora normal dari saluran usus manusia serta hewan-hewan tertentu yang mana dapat ditularkan melalui bahan makanan tapi terutama oleh air.
Berdasarkan pertumbuhan, bakteri ini termasuk kedalam golongan bakteri proteolitik yaitu bakteri yang memproduksi enzim proteinase ekstraseluler. Enzim ini berfungsi untuk memecah protein yang diproduksi di dalam sel yang kemudian dilepaskan keluar sel (Wisconsin Department of Health Service :2011). Semua enzim di dalam selnya memiliki enzim proteinase, tapi tak semua enzim mempunyai enzim proteinase ekstraseluler. Bakteri Clostridium perfringens ini pembentukan sporanya bersifat puteraktif yaitu memecah protein secara anaerobic dan memproduksi komponen-komponen yang baunya busuk contohnya hydrogen sulfide, sulfida, merkaptan, amin, indol, skatol dan asam-asam lemak (Srikandi : 1992).
Bakteri Clostridium perfringens pada umumnya merupakan bakteri yang bersifat pathogen pada manusia dan hewan. Maksud dari Pathogen adalah sifat suatu mikroorganisme yang dapat membuat kerusakan atau kerugian terhadap tubuh inangnya. Hal ini terjadi karena ketika mikroorganisme masuk ke inang dan masuk kedalam jaringan tubuhnya, maka mikroorganisme ini akan memperbanyak diri, dan dapat menimbulkan infeksi. Dan Jika keadaan inangnya rentan terhadap infeksi atau dalam arti sistem pertahanan diri atau sistem imunitasnya sedang rendah, maka hal ini dapat menimbulkan terjadinya suatu penyakit.
Bakteri ini dapat meghasilkan banyak eksotoksin. Karena bakteri ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan spora. Spora-spora Clostridium perfringens ini akan membentuk suatu strain atau barisan spora. Ada 5 buah  strain Clostridium perfringens yang saat ini dikenal dunia dan 5 strain ini sama-sama memberikan efek toksin yang mematikan. Sebenarnya, bakteri Clostridium perfringens dapat menghasilkan 15 macam toksin yang berbeda-beda, akan tetapi hanya ada 4 toksin yang paling banyak ditemui yaitu toksin Alfa, Beta, Epsilon, dan Iota. Spora bakteri ini tahan akan suhu ekstrim akan tetapi, ketahanan terhadap suhu ekstrim ini bervariasi setiap strainnya. Spora yang tahan akan panas pada umumnya membutuhkan heat shock 75-100 0 C dalam waktu 5 - 20 menit untuk proses germinasi (perubahan spora menjadi bentuk sel vegetatif).
Setiap strain dapat menyebabkan penyakit yang berbeda- beda dari yang penyakit ringan tanpa pengobatan hingga menyebabkan gastroenteritis berat, yang mana sering berakibat fatal. Jika terinfeksi bakteri Clostridium perfringens  pada umumya ditandai dengan kram perut dan diare secara intes mulai dari 8 jam hingga 22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung bakteri Clostridium perfringens. Bakteri Clostridium perfringens  mampu memproduksi toksin keracunan makanan dan penyakit ini bisa berlangsung sekitar 24 jam.   
Proses patogenesisnya bakteri Clostridium perfringens ini pertama, spora klostridia akan mencapai jaringan dengan melalui kontaminasi pada daerah-daerah yang terluka (tanah, feses) atau dari saluran usus. Spora berkembangbiak pada keadaan potensial reduksi-oksidasi rendah, sel-sel vegetative berkembangbiak, meragikan karbohidrat yang terdapat dalam jaringan dan membentuk gas. Peregangan jaringan dan gangguan aliran darah, bersama-sama dengan sekresi toksin yang menyebabkan nekrois dan enzim hialuronidase dapat mempercepat penyebaran infeksi. Nekrosis jaringan bertambah luas, memberi kesempaan untuk peningkatan pertumbuhan bakteri, anemia hemolitik, dan akhirnya toksemia berat dan kematian. Menurut artikel yang saya baca di http://medicastore.com hal itu bisa dihindari jika pengolahan dan penyimpanan makanan dilakukan dengan baik dan benar. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari bakteri Clostridium perfringens dan jenis bakteri pembusuk lainnya dapat dilakukan beberapa cara dibawah ini :
- memasak makanan seperti daging atau makanan lain harus dengan suhu yang dianjurkan. Jika makanan tersebut tidak habis, maka disimpan dengan suhu yang lebih hangat (>600C) atau pada suhu dingin (<50C). hal ini dapat mencegah pertumbuhan spora bakteri.
- makanan yang sudah lama bias berbahaya jika dimakan, walaupun makanannya masih terlihat bagus.
- makanan yang mengandung daging harus segera disajikan panas-panas setelah dimasak.
Dan untuk jika terinfeksi pengobatannya dengan cara pemberian cairan dan istirahat yang cukup dan pemberian antibiotik tidak dianjurkan karena hasil penelitian Teuber (1999) tentang kepekaan C. perfringens terhadap antimikroba dari sampel feses babi menunjukkan telah terjadi multiresisten terhadap antibiotika, yaitu tetrasiklin, eritromisin, linkomisin dan klindamisin. Sedangkan penelitian Traub et al. (1986) pada 23 jenis antimikroba, menunjukkan resistensi C. perfringens tipe A terhadap klindamisin, josamisin, tetrasiklin dan  kloramfenikol. Teuber dan Perretten (2000), mengemukakan bahwa resistensi antimikroba dari bakteri komensal dan patogen yang potensial merupakan ancaman, karena melalui pangan sifat resistensi dapat dipindahkan dari mikroflora hewan ke mikroflora manusia.

Daftar Pustaka :

Fardiaz, Srikandi. Mikrobiologi pangan I.PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. 1992.
Ray,  B.  FundamentaFood  Microbiology.  Edisi  ke-2.  Boca  Raton:.CRC Press. 2001.
Wisconsin Department of Health Service. Clostridium perfringens. Local Public Health    Departement. 2011.
Anonim. Keracunan makanan akibat bakteri Clostridium perfringens.  http://medicastore.com/penyakit/457/Keracunan_Makanan_Akibat_Clostridium_perfringens.html . diakses pada tanggal 4 juni 2015 pukul 19.05 wib.


Maya Purwanti, dkk. PERTUMBUHAN Bacillus cereus DAN Clostridium perfringens PADA MAKANAN TAMBAHAN PEMULIHAN YANG DIKONSUMSI BALITA PENDERITA GIZI BURUK http://journal.ipb.ac.id/index.php/forumpasca/article/viewFile/5058/3477 . 2008 Diakses pada tanggal 5 juni 2015 pukul 21.52 wib.                        

Jumat, 24 April 2015

MIKROBA dan MATA BINTITAN (HERDEOLUM)



MIKROBA dan MATA BINTITAN (HORDEOLUM)

            Dari dulu sampai sekarang banyak sekali orang yang menganggap bahwa mata bintitan disebabkan karena habis menintip sesuatu yang negatif. Tapi sebenarnya apa sih yang menyebabkan mata bintitan itu? Apakah benar asumsi masyarakat mata bintitan itu terjadi karena mengintip hal yang nga baik ? maka, daripada itu ayo kita bahas...

Apa itu Mata bintitan (HORDEOLUM) ???

Mata bintitan adalah sebuah bisul kecil atau besar yang terletak di kelopak mata. Dalam ilmu kedokteran sakit mata bintitan ini dikenal dengan nama hordeolum yaitu infeksi yang disebabkan bakteri di dekat akar bulu mata atau pada kelopak mata. Infeksi jenis ini sangat banyak dijumpai dan biasanya tidak parah meski menimbulkan rasa sakit tapi dalam beberapa kasus juga ada yang semakin hari mata bintitan ini semakin parah. Bakteri yang menyebabkan penyakit hordeolum ini adalah  bakteri Staphylococcus aureus.
Gejala mata bintitan
Gejala sakit mata bintitan ini biasanya ditandai dengan adanya benjolan berwarna kemerahan diarea kelopak mata baik diatas mautup dibawah dan biasanya disertai dengan bintik berwarna putih atau kuning dibagian tengahnya. Semakin lama penderita penyakit ini akan merasakan sebuah benjolan yang semakin membesar/membengkak yang menyebabkan rasa gatal, mata cepat mengeluarkan cairan dan susah untuk mengedipkan mata. Berdasarkan letak terjadinya, mata bintitan (hordeolum) dibagi menjadi dua bagian yaitu, mata bintitan interna dan mata bintitan ekstern.
·         hordeolum interna : jenis hordeolum ini terjadi pada bagian kelenjar meibom, dan mengarah pada selaput kelopak mata bagaian dalam.
·         hordeolum eksterna : terjadi pada kelenjar zeis dan moll dimana bejolan mengarah pada bagian luar kelopak mata.

Apa itu bakteri Staphylococcus aureus ???

Bentuk bakteri (Staphylococcus aureus)


Staphylococcus aureus termasuk kedalam bakteri Gram positif yang berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, yang mana tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, berantai pendek, berpasangan, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding selnya mengandung dua komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam teikhoat, fakultatif anaerob, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000).
Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob. Infeksi yang disebabkan di golongkan sebagai penyakit menular/lokal (biasanya) atau menyebar (jarang). Staphylococcus adalah sel yang berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1μm dan tersusun dalam kelompok tak beraturan. S.aureus menghasilkan koagulase, suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat dalam banyak serum. Bakteri yang membentuk koagulase dianggap mempunyai potensi menjadi patogen invasif.
            S. ureus dapat ditemukan di kulit dan di hidung manusia, (Hidung biasanya dianggap tempat utama berkembangnya kolonisasinya) dan ada kalanya dapat menyebabkan infeksi dan sakit parah. Pada osteomielitis, fokus primer pertumbuhan S.ureus secara khas terjadi di pembuluh-pembuluh darah terminal pada metafisis tulang panjang, mengakibatkan nekrosis tulang dan penanahan menahun.
Staphylococcus aureus juga penyebab intoksitasi dan terjadinya berbagai macam infeksi seperti pada bintitan, jerawat, bisul, juga pneumonia, empiema, endokarditis, atau penanahan pada bagian tubuh mana pun Leukosidin; toksin S.aureus ini dapat mematikan sel daraH putih pada banyak hewan yang terkena oleh toksin ini, tetapi peranannya dalam patogenesis tidak jelas, sebab staphylococcus patogen tidak mematikan sel-sel darah putih dan dapat difagositosis seefektif jenis yang tidak patogen, namun bakteri tersebut mampu berkembang biak dengan sangat aktif di dalam sel.
40-50% manusia adalah pembawa S.aureus dalam hidungnya, dan dapat di temukan di baju, sprei, dan benda-benda lainnya sekitar manusia. Kebanyakan orang mempunyai staphylococcus pada kulit dan dalam hidung atau tenggorokan. Infeksi ganda yang berat pada kulit mis; jerawat. Pada jerawat, lipase staphylococcus melepaskan asam-asam lemak dari lipid dan menyebabkan iritasi jaringan.
Bahan makanan yang disiapkan menggunakan tangan, seperti penyiapan sayuran mentah untuk salad, juga berpotensi terkontaminasi S. aureus. . Keracunan oleh S. aureus diakibatkan oleh enterotoksin yang tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Infeksi S.ureus dapat juga di sebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka, misalnya pada infeksi luka pascabedah oleh staphylococcus atau infeksi setelah trauma (osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka, menigitis setelah fraktur tengkorak)
Bila S.aureus menyebar dan terjadi bakteremia, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis, atau infeksi paru-paru. Gambaran klinisnya mirip dengan gambaran klinis yang terlihat pada infeksi lain yang melalui aliran darah. Bakteremia, endokarditis, pneumonia, dan infeksi hebat lain yang disebabkan oleh S.aureus memerlukan terapi intravena yang lama dengan penicilin yang resisten terhadap β-laktamase. Vankomisin sering dicadangkan untuk staphylococcus yang resisten terhadap nafsilin. Jika infeksi disebabkan oleh S.aureus yang tidak menghasilkan β-laktamase, penicilin G merupakan obat pilihan, tetapi hanya sedikit strain S.aureus yang peka terhadap penicilin G.
Faktor Virulensi S. Aureus

S. aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin, contohnya :
1. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses
fagositosis. Tes adanya aktivtias katalase menjadi pembeda genus Staphylococcus dari Streptococcus (Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).
2. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis (Warsa, 1994).
3. Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta hemolisisn, dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni S. aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Stafilokokus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan isis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa, 1994).


Bagaimana cara mengobati hordeolum ??
Penyakit bintitan ini bisa terjadi jika daerah sekitar mata yang kurang terjaga dengan baik. Penderita hordeolum sebaiknya mengurangi frekuensi berada di luar rumah agar terhindar dari debu dan polusi udara. Penggunaan make up di daerah sekitar mata dan lensa kontak juga perlu dihentikan selama masa pengobatan. Bagian mata yang terkena hordeolum dikompres dengan air hangat selama 10 menit sebanyak 4 – 6 kali dalam sehari. Air hangat ini dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri dan gatal yang timbul. Tidak boleh mengeluarkan nanah dari hordeolum dengan cara memencetnya, karena dapat memperparah pembengjkakan karena bagian yang tidak terkena hordium bias terkontaminasi, sehiongga harus dibiarkan pecah dengan sendirinya. Jika sudah pecah maka dibersihkan dengan air hangat dan kapas dengan hati-hati.
Jika kondisi hordeolum bertambah parah dan menyebar, mintalah obat antibiotik berupa salep, tetes mata, atau obat minum pada dokter untuk membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi tersebut. Kondisi bintitan akan sangat menggangu kenyamanan dan kepercayaan diri kita dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu lakukan cara-cara berikut ini untuk mencegah terjadinya bintitan pada mata:
1.      Pola hidup sehat. Munculnya hordeolum bisa kita cegah dengan menerapkan pola hidup sehat dan bersih. Cara yang paling mudah adalah dengan membiasakan diri mencuci tangan sebelum atau setelah beraktivitas. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun merupakan salah satu upaya untuk membasmi kuman penyebab penyakit.
2.        Hindari menggosok mata dengan tangan. Tanpa disadari benda-benda yang kita sentuh merupakan sarang kuman penyakit, contohnya seperti pulpen, handphone, keyboard, dan lain-lain. Oleh karena itu, saat mata terasa gatal atau lelah, hindari menggosok mata dengan tangan. Sebaiknya usap perlahan saja dengan menggunakan tissue atau handuk bersih untuk mencegah kotoran masuk ke dalam mata.
3.        Make up. Bersihkan sisa-sisa make up pada wajah sampai benar-benar bersih. Perhatikan juga tanggal kadaluarsa pada make up yang akan kita pakai dan jagalah kebersihan alat-alat make up agar tidak terkontaminasi oleh kuman.
4.        Jaga kebersihan mata. Daerah di sekitar kelopak mata harus rutin dibersihkan agar tidak ada debu dan minyak yang menumpuk. Saat berada di lingkungan berdebu, gunakanlah kacamata pelindung agar mata tidak mudah terkena iritasi.
5.        Istirahat yang cukup. Mata kita membutuhkan waktu istirahat yang cukup. Oleh karena itu, pejamkanlah mata selama beberapa menit ketika mulai terasa lelah. Kondisi mata yang terlalu lelah akibat kurang tidur dan banyaknya aktivitas dapat memicu terjadinya hordeolum.
jadi, mata bintitan itu bukan karena melihat yang tidak baik (negatif) tetapi dikarenakan bakteri, akan tetapi factor kurang menjaga kebersihan juga yang menyebabkan bakteri itu ada dan menyebabkan bintitan pada mata. Maka daripada itu mari, kita jaga kebersihan diri kita sendiri.TRIMAKASIH….
“SEMOGA BERMANFAAT “


Daftar pustaka
Brooks, G.F., J.S. Butel, and L.N. Ornston. 1995. Medical Microbiology. 4th ed. Conecticut: Appleton & Lange, Simon & Schuster Company. p.197-202.
Jawetz, Ernest., 1996, Mikrobiologi Kedokteran edisi 20, EGC, Jakarta.
Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara. hal. 103-110.
Ahmad muslihin. Cara mengobati bintitan .http://mediskus.com/penyakit/cara-mengobati-bintitan.html. 2015